Selasa, 16 Desember 2014

FORAMINIFERA BENTIK
(Suhartati M. Natsir)
16
Maret 2011

Nama Jurnal:

FORAMINIFERA BENTIK SEBAGAI INDIKATOR
KUALITAS PERAIRAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU BIDADARI DAN RINGIT, KEPULAUAN SERIBU

ABSTRAK
Kepulauan Seribu terdiri dari gugusan pulau dan terumbu karang sejak jaman Pleistosen. Tempat ini mempunyai nilai konservasi tinggi karena kelimpahan dan keunikan ekosistemnya. Untuk memantau kondisinya dilakukan metode FORAM (Foraminifera in Reef Assessment and Monitoring) Index. Tujuannya untuk mengetahui banyaknya foraminifera di daerah ini. Penelitian dilakukan di bagian utara dan selatan, yaitu P.Ringit dan P.Bidadari.
P.Ringit lebih kondusif untuk pertumbuhan terumbu karang yang diindikasikan oleh nilai FORAM index yang berkisar antara 8,24 – 8,29. Hal tersebut juga didukung oleh kondisi perairan, terutama kecerahan perairan Pulau Ringit yang mencapai 10 m. Sedangkan nilai FORAM index di perairan Pulau Bidadari berkisar antara 7,02 – 7,51.
Kata kunci: foraminifera, FORAM Index, Pulau Ringit, Pulau Bidadari, dan Kepulauan Seribu.


PENDAHULUAN

Secara geologi Kep.Seribu termasuk dalam cekungan bagian utara Jawa Barat. Kawasan tersebut terdiri dari 117 Pulau dan tersebar di bagian utara dan selatan. Ekosistem terumbu karang memiliki fungsi sangat besar bagi berbagai biota laut sehingga harus selalu dijaga kelestariannya. Secara tidak langsung degradasi terumbu karang akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem disekitarnya. Oleh karena itu, pemantauan dilakukan secara intensif dengan metode penghitungan indeks keanekaragaman biota yang berasosiasi dengan terumbu karang termasuk Foraminifera Bentik. Foraminifera merupakan organisme yang berukuran relatif kecil dengan jumlah yang melimpah, mudah dikoleksi, ekonomis dan secara signifikan dapat diolah secara statistik dan sangat ideal sebagai komponen dari suatu program pemantauan lingkungan perairan. Yamano et al. (2000) menyatakan bahwa 30% dari total sedimen yang terhampar di Pulau Green, Great Barrier Reef, Australia adalah foraminifera bentik sehingga organisme tersebut merupakan salah satu kontributor dalam pembentukan terumbu karang. Foraminifera yang mendominasi sedimen tersebut adalah Amphistegina, Baculogypsina dan Calcarina.


METODE PENELITIAN
  • Pengambilan sampel dilakukan disekitar P.Ringit dan P.Bidadari,Kep.Seribu pada tanggal 27 – 30 Januari 2008
  • Observasi dan analisis dilakukan di lab. Biostratigrafi PPPTMGB Lemigas, Jakarta
  • Stasiun penelitian tersebar di bagian utar,selatan,timur,barat yang masing-masing terdiri dari 5 titik
  • Penelitian lapangan diawali dengan mengukur kedalaman dengan menggunakan hand held submersible depth sounder
  • Pengukuran parameter lain seperti suhu salinitas dan pH juga dilakukan secara langsung yang masing-masing dengan menggunakan portable thermometer, refractometer, dan pH-meter
  • Pengambilan sampel sedimen dasar laut untuk memperoleh sampel foraminifera entik dilakukan dengan menggunakan Van Veen Grab
  • Preparasi sampel dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain pencucian sampel, picking, deskripsi dan identifikasi serta sticking dan dokumentasi
j

     Hasil & Pembahasan

Pengamatan terhadap sampel sedimen yang diambil dari 20 titik pengambilan sampel di Pulau Bidadari dan Ringit secara keseluruhan diperoleh sebanyak 19514 spesimen foraminifera bentik. Lebih dari 80% spesimen tersebut diperoleh dari sedimen yang diambil dari sekitar Pulau Ringit, yaitu mencapai 15960 spesimen. Foraminifera bentik yang ditemukan melimpah pada setiap titik pengambilan sampel adalah Amphistegina dan Calcarina. Kedua genus tersebut merupakan anggota dari foraminifera yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang.

Terdapat perbedaan kelimpahan foraminifera bentik yang signifikan pada kedua pulau tersebut. Secara umum, 68,82% perairan Pulau Bidadari dihuni oleh foraminifera bentik yang berasosiasi dengan terumbu karang terutama dari genus Amphistegina. Sedangkan foraminifera dari kelompok oportunis dan heterotrof Lingkungan Tropis, masing-masing hanya mencapai 28,62% dan 2,56% dari total spesimen yang ditemukan di pulau tersebut.

Foraminifera bentik yang ditemukan melimpah tersebut merupakan anggota dari foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang (Hallock et al., 2003). Foraminifera dari genus Amphistegina mempunyai kelimpahan rata-rata tertinggi baik di Pulau Bidadari maupun Ringit. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi pola distribusi foraminifera secara global adalah suhu, kandungan nutrien, intensitas cahaya dan energi hidrodinamik (Murray, 2006).

Tipe sedimen sebagai tempat hidup foraminifera bentik di Pulau bidadari yang cenderung lebih halus yaitu berupa lumpur dapat mengakibatkan rendahnya jumlah foraminifera bentik yang ditemukan di lokasi tersebut. Oleh karena itu, jumlah foraminifera bentik yang ditemukan di perairan P.Bidadari relatif lebih sedikit dibandingkan dengan di P.Ringit yang didominasi oleh sedimen kasar berupa pasir kasar dan fragmen koral. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi dan kelimpahan foraminifera bentik diantaranya adalah kedalaman, kecerahan, temperatur, salinitas, dan pH.



 

  KESIMPULAN

  •             Kelimpahan foraminifera bentik di P.Ringit lebih besar dibandingkan dengan P.Bidadari
  •     Kedua pulau tersebut didominasi oleh foraminifera yang berasosiasi dengan terumbu karang yang mencapai 68,82% di P.Bidadari dan 80,41% di P.Ringit
  •     Beberapa genus yang ditemukan melimpah di Pulau Ringit adalah Amphistegina, Calcarina, Operculina dan Tynoporus. Sedangkan Pulau Bidadari hanya di dominasi oleh foraminifera dari genus Amphistegina
  •     Gugusan bagian utara Kep.Seribu lebih kondusif untuk pertumbuhan terumbu karang
  •     Nilai FORAM index yang tercatat di Pulau Ringit yang berkisar antara 8,24 – 8,29
  •     Nilai FORAM index di perairan Pulau Bidadari yang berkisar antara 7.02 – 7.51
  •     Kecerahan perairan P.Ringit yang mencapai 10 m, sedangkan kecerahan perairan disekitar P.Bidadari hanya berkisar antara 4 – 5 m


   SARAN

      Ekosistem terumbu karang harus terus dilestarikan karena terumbu karang mempunyai peran yang sangat penting bagi biota laut di sekitarnya. Serta pemantauan intensif terhadap kondisi karang harus lebih di tingkatkan lagi agar terumbu karang tetap terjaga serta keseimbangan seluruh biota lautpun juga ikut terjaga.